Monday, April 2, 2007

Penerapan Konsep Kecerdasan Ganda

Pada dasarnya manusia dilahirkan dengan kelebihan dan keunikan masing - masing. Definisi kecerdasan mengalami perkembangan dari yang semula cerdas itu hanya sebatas kecerdasan intelektual, kini kecerdasan itu diketahui semakin beragam. Kalau dulu siswa "pintar" itu hampir dipastikan adalah siswa yang memiliki nilai rata - rata mata pelajaran tinggi. Namun ternyata hal tersebut tidak relevan dengan sifat - sifatatau keunggulan unik dari masing - masing siswa. Kecerdasan itu beraneka ragam, antara lain : bahasa, olah raga, intelektual, sosial, komunikasi, menulis / sastra, dan beragam kecerdasan lain. Para guru harus memiliki pandangan bahwa pada dasarnya siswa yang diasuhnya pastilah memiliki salah satu atau lebih keunggulan atau keunikan tertentu. bantulah siswa untuk menemukan keunikannya. Yang unggul di bidang sains, tentu harus kita arahkan ke bidangnya, demikian pula jangan pernah memaksa atau bahkan menghina, seorang siswa yang memilki kecerdasan di bidang seni tetapi agak tertinggal di pelajaran matematika. Jangan sampai bibit - bibit WR Supratman atau Taufik Ismail dibelokkan menjadi seorang Habibie. Atau calon atlet nasional yang tersudut dan putus asa karena tertekan atas ketidakmampuannya di pelajaran bahasa Inggris, sehingga potensi bakat olah raganya menjadi terbengkelai. Guru yang baik adalah teman dan konsultan bagi siswanya untuk menemukan keunikannya sebagai bekal untuk menyongsong masa depan yang gemilang (DP)

Friday, March 16, 2007

Ujian Akhir Nasional dan Pendidikan Akhlak

Perjalanan panjang mengenai pro dan kontra diselenggarakannya Ujian Akhir Nasional (UAN) tak kunjung usai. Tak kurang dari seorang Wapres Jusuf Kalla dengan gigih mempertahankan prinsip bahwa UAN adalah sebuah keharusan demi mengukur pencapaian standart pendidikan nasional. Sementara di sisi yang lain, para pakar pendidikan, antara lain Daniel Rosyid dan Anita Lie dari Dewan Pendidikan Jawa Timur secara lantang dan terus menerus menyerukan penolakan terhadap UAN karena bertentangan dengan UU Sisdiknas dan mendelegitimasi guru dan sekolah untuk menetapkan kelulusan siswanya.
Pro dan kontra ini memang harus disikapi secara arif oleh para pelaku pendidikan khususnya kepala sekolah dan guru. Momentum ini hendaknya dipergunakan di internal sekolah masing - masing untuk menggali hal - hal yang mendasar tentang pendidikan, sehingga para pendidik memahami benar apa sebenarnya hakekat sebuah proses pendidikan.
Kenyataannya adalah UAN tetap diselenggarakan oleh pemerintah dan merupakan salah satu variabel utama persyaratan kelulusan siswa. Hal ini membuat sekolah - sekolah serta merta berusaha mencapai keberhasilan siswa di UAN dengan segala cara demi mempertahankan citra sekolahnya sebagai sekolah yang "berprestasi" atau sekolah yang "hebat". Mulailah serangkaian upaya "instant" untuk menggarap siswa kelas akhir agar lolos UAN. Upaya tersebut mulai dari try out, pelajaran tambahan, seruan - seruan sampai tega juga melakukan strategi kecurangan berjamaah yang dimotori oleh guru dan di"amin"i oleh Kepala Sekolah. Ada yang mengatur tempat duduk ujian, ada yang menggunakan HP untuk memberitahukan jawaban, ada yang membiarkan siswa menjiplak buku atau mencontek temannya "asal tidak gaduh" dan beberapa praktek culas lainnya. UAN menjadikan sekolah menjadi gelap mata dan takut berlebihan akan kegagalan menghadapi UAN.
Haruskan tahun ini masih dipertahankan upaya - upaya yang jelas - jelas bertentangan dengan pendidikan akhlak di sekolah? Seharusnya kepala sekolah dan dewan guru lebih menggunakan nurani dalam menyongsong UAN tahun 2007, Jangan sampai secara sadar kita menambah calon koruptor atau penjahat akibat sekolah mengembangkan pelajaran KECURANGAN. Ya Allah semoga tak Engkau butakan mata hati para pendidik bangsa ini. Amien.